Senin, 10 Oktober 2016

Komunikasi Dalam Jaringan

Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yg dimaksud dapat dipahami.

TUJUAN KOMUNIKASI DALAM JARINGAN

Memungkinkan pengiriman data dalam jumlah besar secara efisien, ekonomis dan tanpa kesalahan.
Dukungan pengendalian jarak jauh, sehingga memungkinkan pengguna mengendalikan komputer dan perangkat dari jarak jauh.


Penggunaan komputer secara terpusat ataupun tersebar, sehingga mendukung manajemen dalam hal kontrol, baik desentralisasi ataupun sentralisasi
Memudahkan pengelolaan, pengaturan pengaturan data antara dua perangkat atau lebih.


Ada 3 Mekanisme Dalam Merancang Desain Untuk Kolaborasi Dan Komunikasi
       Mekanisme Percakapan
       Mekanisme Koordinasi
       Mekanisme Kesadaran

Merancang Teknologi untuk Mendukung Percakapan
       Banyak penelitian yang berfokus pada bagaimana mendukung percakapan ketika sedang berjauhan satu sama lain
       Banyak aplikasi yang telah dikembangkan
       Contohnya email, videoconferencing, videophones, computer conferencing, instant messaging, chatrooms

Sistem Video Window (Bellcore, 1989)
       Ruang bersama yang memungkinkan orang yang berjauhan secara geografi dapat melakukan percakapan seolah-olah dalam satu ruang
       Orang berinteraksi melalui window tetapi hal-hal yang tidak biasa terjadi (Kraut, 1990)

Komunikasi sinkron
  • Komunikasi dalam jaringan secara real time menggunakan komputer sebagai media, disebut dengan komunikasi dalam jaringan serempak/sinkron.
  • Komunikasi Sinkron Bermediasi Komputer 
  • Percakapan dapat didukung secara real-time melalui suara atau dengan mengetikkan
  • Contoh komunikasi sinkron misalkan aplikasi chat (yahoo messenger, google talk, MIRc dll), video chat (skype, line, facetime, google+ hangout, dll).
Manfaat :
  • Tidak berhadapan langsung secara fisik dapat meningkatkan rasa percaya diri orang yang pemalu.
  • Memungkinkan orang untuk mengikuti perkembangan akhir dalam suatu organisasi tanpa harus meninggalkan kantornya.
Permasalahan:
  • Sulit untuk melakukan kontak mata dengan gambar lawan bicara
  • Orang bisa berperilaku seenaknya jika dipresentasikan dengan avatar (karena tidak terlihat langsung)
Komunikasi dalam jaringan tak sinkron
  • Komunikasi dalam jaringan secara tunda menggunakan komputer sebagai media, disebut dengan komunikasi dalam jaringan tak serempak/asinkron.
Komunikasi Tak Sinkron
Komunikasi berlangsung pada tempat dan waktu berbeda
Contoh komunikasi asinkron misalnya aplikasi e-mail, video streaming, dll Manfaat :

  • Dapat dibaca kapan saja dan dimana saja
  • Fleksibel
  • Membuat segala sesuatunya lebih mudah

Problems include :

  •   FLAMING!!!
  •   Terlalu banyak pesan
  •   Tidak dapat diprediksi kapan bisa dapat jawaban
       Mekanisme Koordinasi.

Koordinasi hanya mungkin dilakukan apabila terdapat kesadaran dan kesediaan sukarela dari individu-individu didalam unit organisasi yang memiliki pekerjaan yang saling bergantung. Dengan demikian dalam koordinasi dilakukan hubungan 2 atau lebih individu atau unit organisasi, sehingga dalam koornasi sangat dibutuhkan peran komunikasi. Dengan adanya komunikasi yang efektif diharapkan tidak akan timbul kesalah- pahaman diantara pelaku-pelaku koordinasi.
Dengan demikian komunikasi sangat penting keberadaannya dalam suatu koordinasi, sebab komunikasi merupakan jalinan yang dapat menimbulkan pengertian antar pihak yang satu dengan yang lainnya (komunikator dan komunikan), sehingga apapun yang disampaikan baik berupa perintah, saran maupun petunjuk dapat dipahami dan dilaksanakan. (berbagai sumber)

Mekanisme Koordinasi
       Koordinasi diperlukan saat beberapa orang berinteraksi bersama-sama
       Misal bermain basket, mengemudikan mobil, dll
       Cara yang dipakai:
       Komunikasi verbal dan non-verbal
       Jadwal, aturan dan konvensi
       Representasi eksternal yang dimengerti bersama

Komunikasi Verbal dan Non-Verbal

      Komunikasi verbal
       Bentuk komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik dalam bentuk percakapan maupun tulisan
       Adapun arti yang lainnya dari komunikasi verbal yaitu sebuah proses penyampaian pikiran, pesan ataupun perasaan seseorang kepada orang lain dengan memakai simbol-simbol yang menggunakan satu kata ataupun lebih sebagai medianya, dan media yang umumnya digunakan yaitu bahasa, karena bahasa dapat menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain.
       Komunikasi verbal yang melalui lisan bisa di sampaikan kepada penerima informasi dengan menggunakan media, seperti contohnya menyampaikan informasi melalui telepon. Dan komunikasi verbal yang melalui tulisan dilakukan secara tidak langsung antara yang menyampaikan informasi (komunikator) dan penerima informasi (komunikan), misal komunikasinya yang dilakukan dengan menggunakan media seperti surat-menyurat.

Komunikasi non verbal
       Tindakan-tindakan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan diinterpretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feed back) dari penerimanya.
       Dalam arti lain, setiap bentuk komunikasi tanpa menggunakan lambang-lambang verbal seperti kata-kata, baik dalam bentuk percakapan maupun tulisan. Komunikasi non verbal dapat berupa lambang-lambang seperti gesture, warna, mimik wajah dll. 

Teknologi Kolaboratif untuk Mendukung Koordinasi
       Ada beberapa tool perangkat lunak yang dirancang untuk penjadwalan, perencanaan dan koordinasi.
       Contohnya, group calendars, electronic schedulers, project management tools, and workflow tools
       Perlunya keseimbangan kendali antara manusia dan sistem
       Terlalu banyak kendali sistem, pengguna akan memberontak
       Kendali terlalu sedikit, sistem tidak jalan

Mekanisme Kesadaran
       Perlu mengetahui siapa yang ada disekitar, apa yang terjadi, dan siapa berbicara kepada siapa
       Perihal tentang kesadaran
       Mengamati apa yang terjadi
       Overhearing and overseeing – dapat mengetahui yang apa dilakukan oleh orang lain tanpa menggunakan petunjuk yang eksplisit
Read more ...

Liburan ke Pantai G-Land Banyuwangi


Hari itu, saya bersama D'Problem yang jumlah anggotanya 7 orang akan mengunjungi sebuah wisata yang letaknya berada di banyuwangi yaitu G-land. Perjalanan dari kota kami Probolinggo menuju Banyuwangi menghabiskan waktu kurang lebih 5 jam dengan menaiki kereta api jurusan Probowangi. Sesampainya disana saya langsung bertemu dengan ibu karena memang pada saat berencana untuk mengunjungi wisata di kota banyuwangi, saya mengkabarkan kepada ibu untuk menjemput di stasiun karena ibu saya juga, dan akhirnya kami makan siang di banyuwangi tanpa mengeluarkan uang karena sudah ada ibu saya yang membayarnya.
Setelah kami merasa kenyang, kami melanjutkan perjalanan menuju Alas Purwo dengan menaiki angkot dan kami sudah saling negosiasi harga untuk sampai langsung di area pos Alas Purwo. Sesampainya disana, sopir angkot memberikan saran kepada kami karena memang tempatnya yang seram, kami dilarang mencuri benda apapun yang berada disana, berkata kotor, kencing sembarangan, berzina (padahal anggota kami semuanya laki laki). Kamipun melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sejauh 12 km dengan jalanan yang bukan aspal serta pemandangan penuh pohon pohon rindang. Untungnya kami membawa cadangan air minum yang banyak sehingga pada saat berjalan kami tidak kehabisan air minum, bahkan sempat juga di tengah hutan kami istirahat sambil minum kopi karena kami membawa termos yang di dalamnya terdapat air panas.
Sesampainya disana kami dikejutkan dengan pemandangan yang indah serta orang asing yang jauh lebih banyak daripada penduduk lokal banyak juga hewan yang kami jumpai seperti : rusa; babi hutan; kera; dan yang lainnya. Kami beristirahat di area tower yang sudah di sediakan disana seperti yang seperti bangunan kayu tanpa tembok dan bertingkat. Haripun sudah mulai sore dan kami pun segera memasak untuk makan karena setelah perjalanan 12 km kami banyak menguras tenaga, setelah menyiapkan semuanya, banyak kera yang menghampiri kami, tidak lama kemudian ada seekor kera yang mendekat dari belakang, kami bergegas untuk mengusirnya namun ada seekor kera lagi yang lari mendekat dibagian depan dan sudah mencuri mie instan yang telah kami siapkan untuk bahan masakan. Rasa kesal penuh tawa yang kami rasakan karena hilangnya salah satu cadangan makanan serta tingkah salah satu teman yang loncat loncat mengejar kera yang telah mencuri mie instan itu. Penjagaan pun kami lakukan, saya bersama teman membawa senjata sederhana dari batang pohon yang panjang bertujuan untuk mengusir kera yang mendekat, dan yang lainnya menyiapkan makanan dan minuman. Kopi yang kita minum berbeda rasanya dari kopi kopi yang seperti biasanya, karena air yang kami ambil dari salah satu sumber air kran di daerah tersebut adalah air payau. Namun dengan canda gurau bersama kawan kawan menghilangkan rasa kopi yang tidak enak tersebut.
Tak terasa hari sudah semakin gelap dan tentunya kita sudah makan lagi pada malam itu, kami lanjutkan dengan duduk santai di sebuah bebatuan di atas tepi pantai dan mendengarkan suara ombak dengan suasana yang seram sepi sunyi, berbeda pada malam malam yang pernah kami jumpai, namun tidak ada penampakan atau suara yang kami dengar selain suara ombak yang lumayan keras, kami ngobrol sampai kami merasa ngantuk dan memutuskan untuk beristirahat.

Keesokan harinya kami lihat di pantai banyak orang asing yang sedang bermain air (Surfing) dan berjemur, kami juga bergegas menyiapkan makanan lagi dan bergegas untuk pulang dengan berjalan kaki lagi sejauh 12 km untuk sampai ke pos, setelah itu kami beristirahat di pos pertama untuk memasuki wisata G-land itu. Karena pada Alas Purwo ke kota jaraknya sangat jauh kami memutuskan untuk menunggu truk yang hendak pergi ke kota untuk ditumpangi. Sampailah di kota dan melanjutkan perjalanan menuju kota tercinta dengan menaiki bus.
Read more ...

Makalah Dasar Hukum Islam

BAB I

A.   PENDAHULUAN
Rasa puja dan puja syukur kita tidak akan habis-habisnya kita ucapkan kepada Allah Tuhan semesta alam, yang telah selalu melimpahkan rahmad dan karunia-Nya kepada kita, Shalawat dan salam juga buat junjungan kita Nabi Muhammada Saw.
Pada kesempatan kali ini kelompok kami mencoba menulis sebuah makalah untuk memenuhi tugas di mata kuliah pendidikan agama isalam tentang sumber dan dasar hukum Islam. Dari makalah yang kam tulis ini akan disajikan mengenai berbagai macar sumber yang digunakan dalam membentuk atau menetapakn hukum islam, sumberyang digunakan tersebut selain Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama dalam penetapan hukum, namun apabila tidak ditemukan dalam kedua sumber tersebut, maka kita terpaksa menggunakan akal kita dalam menetapkan hukum tersebut, yaitu dengan cara ijma’, qiyas, istihsan dan dengan cara lainnya.
Dalam makalah kali ini kami telah mencoba untuk menyajikan dengan sebaik mungkin, namun karena satu dan lain hal, makalah ini tentu masih memilki kekurangan, berikut inilah penjelasannya.

B.    Rumusan masalah
1.      Sebutkan dasar – dasar  hukum islam ?
2.      Bagaimana pengertian dasar – dasar  hukum islam ?

C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa saja dasar – dasar hujum islam
2.      Supaya memahami setiap dasar – dasar hukum islam yang ada








BAB II
BEMBAHASAN
A.    Pengertian dasar hukum islam

Hukum (peraturan/norma) adalah suatu hal yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.

            Dengan adanya Hukum dalam islam berarti ada batasan-batasan yang harus dipatuhi dalam kehidupan. Kerena tidak bisa dibayangkan jika hokum, seseorang akan semaunya melakukan sesuatu perbuatan termasuk perbuatan maksiat.
Syariat Islam diturunkan yaitu untuk memberikan kemaslahatan kepada manusia baik cepat maupun lambat secara bersamaan yakni semua permasalahan dan akibat-akibatnya.  
  
             Syatibi mengemukakan dalam maqoshid syariah  bahwa tujuan Allah dalam menetapkan hukum, dengan penjelasan bahwa tujuan hukum itu adalah satu, yakni untuk kebaikan dan kesejahteraan (maslahah) umat manusia baik cepat maupun lambat secara bersamaan.

             Jadi, tujuan syariat mencakup kemaslahatan dunia dan akhirat. Karenanya beramal shaleh menjadi tuntutan dunia dan kemaslahatannya merupakan buah dari amal, yang hasilnya akan diperoleh di nanti akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dari terusir”. (Qs.17:18)

Sumber – sumber yang dipakai acuan dalam hukum islam adalah : Kitab ( Al- Qur’an ), As- Sunnah, Ijma’, Qaul Shahabi, Qias, Istihsan, Maslahah, ‘Urf, Syari”at Ummat Sebelum Islam, dan Istishad.

Bahwa sumber – sumber hukum islam di atas tidaklah berada dalam suatu martabat, tetapi sebagiannya didahulukan pemakaiannya atas sumber hukum islam lainnya, yakni ketika mencari dan mengambil dalil hukum. Dalam hal ini ulama ahli hukum islam berbeda – beda. Ada yang mendahulukan qiyas dan qual shahabi, dan ada juga yang sebaliknya. Bahkan ada juga yang tidak mengakui kehujjahan qiyas, ijma’, istihsan, istishab dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya, maka berikut ini kami kemukakan secara terinci dalam bebnya masing-masing

B.     Dasar -  dasar hukum islam

1.      AL – QUR’AN

1.1 Pengertian al-quran

Mengenai asal kata al-quran para ulama berselisih penapat. Menurut Asy-Syafi’i, kata “al-quran” itu ditulis dan dibaca tanpa hamzah ( Al-Qur’an ). Ia tidak berasal dari suatu kata, tetapi ia merupakan sebutan khusus bagi kitab suci yang diberikan kepada Muhammad saw.

Menurut Al-Asy’-ari, kata “Al-Qur’an” diambil dari kata “qarana” yang berarti menggabungkan. Karena Al-Qur’an adalah merupakan gabungan ayat-ayat dan surat-surat.

Sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'. Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsir tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.

1.2 Kehujjahan Al-Qur’an
Hukum islam merupakan hukum ke-Tuhanan. Allah mengkhithabkan dan  mensyariatkannya kepada hamba-Nya. Ia merupakan pokok dan merupakan jalan untuk mengetahui hukum-hukum ini. Maka Al-Qur’an, yakni firman Allah adalah merupakan jalan pertama untuk mengetahui hukum-hukmnya.
Alasan yang menunjukkan bahwa Al-Quran adalah hujjah bagi manusia dan hukum-hukum yang ada di dalamnya merupakan undang-undang yang wajib ditaati adalah karena Al-Qur’an itu diturunkan dari Allah dengan jalan qath’i kebenarannya dan tidak bisa diragukan. Sedangkan alasan yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an datang dari allah adalah mu’jizat al-quran yang mampu menundukkan manusia, yang tidak mungkin manusia meniru atau membuat yang serupa dengannya.
1.3 Kemu’jizan Al-Qur’an

1.      Kefashahan Al-Qur’an amat tinggi. Ia menghimpun aturan-aturan yang menakjubkan dan mengandung makna –makna yang cukup tinggi serta makna yang sngat kuat dalam mempengaruhi jiwa.mudah dihafal, ringan dibaca. Mengandung berbagai bentuk ungkapan menurut tempat dan keadaan. Oleh karena itu, ayat – ayat makiyah pendek-pendek, mengandung ajaran aqidah dan keimanan. Sedangkan ayat-ayat madaniyah umumnya pajang-pnajang yang  menjelaskan berbagai hukum pelaturan. Keras dalam mempertakuti dan mengancam serta menyenangkan dalam mendorong untuk melaksanakan suatu perbuatan.
2.      Hukum dan makna –maknanya teratur, saling merangkai satu sam lain. Oleh karena itu tidak ada pertentangan antar satu makn atau satu hukum dengan makna atau hukum yang lainnya, atau satu ayat dengan ayat yang lainnya.
3.      Al-Qur’an memberikan tentang peristiwa (kejadian) yang telah lalu, pada kurun masa yang telah lewat. Ia telah mengkisahkan tentang keadaan kaum Ad, kaum Tsamud, kaum Luth, kaum Musa, Firuaun dan sebagainya.
4.      Al-Qur’an memberikan perkara-perkara yang akan datang. Hal ini seperti yang penulis kemukan berikut ini.
a.       Al-Qur’an telah menjanjikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam perang Badar Kubra.
b.      Al-Qur’an menjanjikan kepada kaum musimin tentang terbentuknya kota Mekkah
c.       Al-Qur’an juga telah mengkhabarkan tetang kemenangan bangsa Romawi atas tentara Persia
d.      Al-Qur’an telah memberikan tentang kehinaan yang akan menimpa kaum Yahudi pada segala zaman sampai didatangnya hari kiamat.
5.      Al-Qur’an mengandung berbagai rahasia alam dan hakekatnya alam ini, yang tidak henti-hentinya lmu mengungkapkan kepada kita setiap hari dengan penemuan-penemuan baru yang membuktikan bahwa Al-Qur’an ini datang dari sisi Allah, yang meliputi ilmu segala sesuatu.
6.      Al-Qur’an mengandung syari’at islam yang hukum-hukumnya mengatur berbagai hubungan manusia, yang merupakan aturan yang luas dan tegas, elastis dan cocok di segala tempat, untuk merealisir kemaslahatan dan kebaikan manusia.
7.      Al-Qur’an tetap dan kekal, terpelihara dan tidak perna berobah , karena selalu dibaca, baik dengan cara terang-terangan atau tersembunyi


1.4 Hukum-hukum yang terkandung di dalam al-Qur’an ada 3 macam, yaitu :

a.  Hukum-hukum I’tiqadiyah, yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan     kewajiban para mukallaf untuk mempercayai Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari pembalasan.
b.  Hukum-hukum Khuluqiyah, yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf  untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat tercela.
c.  Hukum-hukum Amaliah , yakni hukum-hukum yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian atau mu’amalah (kerja sama) sesama manusia.

1.5  Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
1.   Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
2.   Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

1.6 Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1.   Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan.
2.   Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib.
3.   Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah.
4.   Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas.
5.   Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6.   Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.

1.7  Dasar-Dasar Al-Qur’an dalam Membuat Hukum
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an untuk dijadikan dasar hukum yang disampaikan kepada ummat manusia agar mereka mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pedoman Al-Qur’an dalam mengadakan perintah dan larangan-Nya adalah tidak memberatkan dan diturunkan secara berangsur-angsur.
1.      Al-Qur’an Tidak Memberatkan
Al-qur’an diturunkan tidak untuk memberatkan ummat manusia, sebagaimana firman-Nya:
يُرِيْدُاللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَوَلاَيُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu” (Q.S. Al-Baqarah, 2:185).
2.      Al-Qur’an Turun Secara Berangsur-Angsur
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun, yaitu 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, antara lain:
1.    Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan.
2.    Turunnya Al-Qur’an berdasarkan suatu kejadian tertentu akan lebih mengesankan dan berpengaruh di hati.
3.    Memudahkan dalam menghafal dan memahaminya.
3.  Al-Qur’an Sebagai Sumber Ijtihad yang Pertama
Ijihad adalah “sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits” (Lina Dahlan, 2006). Terdapat beberapa macam ijtihad, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.     ‘Ijma: Kesepakatan ulama,
2.    Qiyas: diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya,
3.     Maslahah Mursalah: untuk kemaslahatan ummat,
4.     ‘Urf: kebiasaan.
Para fuqaha dari berbagai madzhab-madzhab Islam telah mengungkapkan berbagai  pandangan mereka yang berbeda-beda mengenai sumber-sumber Ijtihad.
Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum-hukum Ilahi. Al-Qur’an lebih diutamakan daripada sumber-sumber lain yang dirujuk guna mendapatkan berbagai hukum (ahkam) syari’ah. Al-Qur’an telah dan akan tetap – selain merupakan sumber konfrehensif hukum-hukum Ilahi – juga menjadi kriteria untuk menilai berbagai hadits. Atas dasar inilah, sejak zaman nabi Muhammad SAW hingga saat ini dan untuk selamanya, Al-Qur’an telah menjadi sumber rujukan utama bagi para fuqaha Islam.
           
2. HADIS

2.1 Pengertian Hadis

             Dari segi bahasa hadis artinya khabar, berita atau hal yang beritakan turun-temurun. Adapun menurut istilah, hadis adalah ;

 “maa udifa linnabiyyi Saw aufi’lam awtaqriran aw nahwaha”.
Artinya:
“Segala sesuatu yang bersumber dari nabi muhammad Saw baik perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan) ataupun yang sepadanya”.

          Kata lain yang juga di pakai dengan pengertian demikian ialah “sunah”. Arti sunah menurut bahasa ialah jalan, tabiat, kebiasaan, yaitu jalan yang ditempuh atau kebiassan yang di pakai dan di perintahkan oleh Nabi Muhammad Saw.

       Secara umum ulama tidak membedakan antara pengertian hadis dengan sunah.Kedua-duanyamengandung pengertian “ucapan atau perbuatan atau taqrir (persetujuan) Nabi Muhammad Saw”  Walaupun demikian dikalangan ulama ada juga yang memberikan perbedaan antara hadis dan sunah.

          Hadis diartikan sebagai keterangan-keterangan dari Rasulullah Saw.yang sampai kepada kita. Sedangakan sunah diartikan pada pernyataan yang berlaku pada masa Rasulullah atau telah menjadi tradisi dalam masyarakat islam pada masa itu, dan menjadi pedoman dalam melakukan ibadah dan muamalah.

          Hadis atau sunah Rasulullah Saw.adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hadis atau sunah perlu kita mengetahui sejarah pembukuan hadis, yaitu hadis pada masa Rasulullah, pada masa khulafaurrasyidin dan pada masa khalifah Ummar Bin Abdul Aziz.






2.2 Pembukuan Hadis

    1. Hadis Pada masa Rasulullah Saw
       Ketika Rasulullah Saw masih hidup beliau melarang orang untuk menulis dan mencatat sesuatu dari beliau. Kebijaksanaan itu sangat penting agar seluruh isi Al-Qur’an dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya sebagai wahyu Allah semata, tidak tercampur dengan perkataan Nabi Saw sendiri.

       Yang diperintahkan untuk dicatat hanya wahyu saja. Selain dari itu dilarang seluruh hadis pada masa Rasulullah berada dalam hafalan dan ingatan para sahabat saja.

       Namun demikian, ada beberapa orang yang sempat mencatat hadis nabi Saw dan mereka itu adalah orang-orang yang benar-benar dapat menjamin tidak akan mencampur adukan antara Al-Qur’an dengan hadis Nabi Saw. Misalnya, ucapan Rasulullah ketika Abdullah Ibnu Amr’ash bertanya kepada beliau :

“Uktub anni awalladji nafsi biyadihi ma kharaja min fami illa haqun”
Artinya :
“tulislah apa yang anda dengar dari padaku.demi tuhan yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dari mulutku selain kebenaran”           

     Dari uraian diatas kita ketahui bahwa larangan mencatat hadis ditujukan kepada umum, dan ada ijin yang diberikan kepada orang-orang tertentu.


2. Hadis Pada Masa Khulafaurrasyidin

         Telah dikemukakan bahwa pembukuan Al-Qur’an dimuali sejak masa khalifah Abu Bakar dengan perhatian yang sangat besar dari para sahabat, sedagkan hadis dimasa ini belum terbukukan secara meluas. Hal ini disebabkan karena belum memperoleh perhatian sepenuhnya dari kalangan sahabat. bahkan Ummar bin Khattab pernah melarang untuk memperbanyak riwayat hadis.                                                                                                                  
            Upaya para sahabat dalam melestarikan hadis pada awalnya dengan cara menghafal apa-apa yang diucapkan Nabi Saw dan melihat apa yang diperbuatnya. Pada walnya nabi Saw melarang penulisan hadis, baru pada akhir-akhir dari kehidupan Rasulullah larangan itu dicabut.

          Kemudian pada awal khalifah Ali bin Abi Thalib, hadis mulai mengalami perkembangan yang kurang menggembirakan, karena mulai timbu hadis-hadis palsu, yakni ucapan atau buah pikiran seseorang yang diakui seolah-olah dari nabi Saw. Tapi berkat upaya penyelidikan para muhadisin (ahli hadis) yang penuh ketekunan hal ini dapat diatasi.

  3. Hadis Pada Masa Khalifah Ummar Bin Abdul Aziz

            Periode penulisan dan kodifikasi hadis secara resmi berlangsung pada masa khalifah Ummar bin Abdul Aziz yaitu pada akhir abad pertama hijriah (99-102 H/717-720 M)

            Khalifah yang dikenal jujur dan mempunyai minat yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan itu mengambil kebijaksanaan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kalifah melihat kenyataan bahwa penghafal hadis semakin berkurang jumlahnya, karena meninggal, dsb. Tumbuh rasa khawatir pada diri khalifah, apabila hadis tidak segera dikumpulkan, maka berangsur-angsur akan hilang. Rasa khawatir itulah yang menyebabkan khalifah memerintahkan gubernur madinah supaya membukukan hadis Nabi. Dan beliaupun mengirim surat kepada setiap gubernur untuk mengambil langkah serupa didaerah mesing-masing.

2.3 Macam macam hadis

Hadis atau sunah dibagi menjadi tiga macam yaitu :
1. Hadis atau sunah Qauliyah
Hadis qauliyah yaitu ucapan-ucapan atau sabda nabi saw. Dalam berbagai kesempatan dan keadaan yang berhubungan dengan penerapan hukum atau ketentuan-ketentuan lain dalam islam.                          
           
2. Hadis atau sunah fi’liyah
Hadis fi’liyah yaitu perbuatan atau perilaku nabi saw. Untuk memberikan turunan atau contoh pelaksanaan  ibadah atau urusan-urusan lain dalam islam. 

3.  Hadis atau sunah taqririyah
Hadis taqririyah yaitu pernyataan atau persetujuan nabi saw. Terhadap suatu perbuatan yang dilakukan sahabat atau seseorang dihadapan beliau, atau perbuatan seseorang ditempat lain yang dilaporkan kepada beliau, lalu beliau diam. Diamnya nabi saw. Menandakan persetujuan, sebab kalau tidak setuju, nabi akan menolaknya atau melarangnya.


3. IJTIHAD

3.1 Pengertian dan Peranan Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari اجتهد -  يجتهد -  اجتهاد   “bersungguh-sungguh, rajin, giat”.
Kemudian dikalangan para ulama’ perkataan “ijtihad” ini khusus digunakan dalam pengertian usaha yang sungguh-sungguh dari seorang ahli hukum (fiqih) untuk mengetahui hukum syari’at. Jadi dengan demikian, ijtihad itu ialah perbuatan menggali hukum syar’iyyat dari dalil-dalilnya yang terperinci dalam syari’at. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.
Imam Ghozali mendefinisikan ijtihad sebagai usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam upaya mengetahui atau menetapkan hukum syari’at. Dalam batasan lain dikatakan :
الإجتهاد هو استفراغ الوسع فى نيل حكم شرعىّ بطريق الإستنباط من الكتاب والسّنّة.
Artinya :
”Ijtihad ialah mencurahkan seluruh kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan istimbat (mengeluarkan hukum) dari kitab dan sunnah.

Ijtihad sebagaimana dijelasakan di atas mempunyai peranan yang sangat penting dalam penetapan status hukum suatu masalah yang belum ada hukumnya secara rinci baik dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Tanpa ada ijtihad banyak masalah yang dihadapi manusia tidak dapat dipecahkan karena tidak diketemukan hukumnya dalam kedua sumber pokok tersebut. Dengan ijtihad masalah-masalah yang belum ada hukumnya menjadi jelas status hukumnya.

3.2 Hukum Ijtihad

Menurut Syekh Muhammad Khudlaribahwa hukum ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi :
A. Wajib ‘Ain, yaitu bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu masalah, d                 an masalah itu akan hilang sebelum hukumnya diketahui.
B. Wajib Kifayah, yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu dan       sesuatu itu tidak hilang sebelum diketahui hukumnya, sedang selain dia masih ada mujtahid lain. Apabila seorang mujtahid telah menyelesaikan dan menetapkan hukum sesuatu tersebut, maka kewajiban mujtahid yang lain telah gugur.
C. Sunnah, yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi.

3.3 Syarat-syarat Ijtihad

Ijtihad itu tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. Seseorang diperbolehkan melakukan ijtihad bila syarat-syarat ijtihad dipenuhi. Syarat-syarat tersebut terbagi menjadi dua, yaitu syarat-syarat umum dan syarat-syarat khusus dan syarat pelengkap.

A. Syarat-syarat Umum

1.      Baligh
2.      Berakal sehat
3.      Memahami masalah
4.      Beriman

B. Syarat-syarat Khusus

1.      Mengetahui ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah yang dianalisis.
2.      Mengetahui sunnah-sunnah nabi yang berkaitan dengan masalah yang dianalisis.
3.      Mengetahui maksud dan rahasia hukum islam.
4.      Mengetahui kaidah-kaidah kulliyah.
5.      Mengetahui kaidah-kaidah bahasa arab.
6.      Mengetahui ilmu ushul fiqih.
7.      Mengetahui ilmu mantiq.
8.      Mengetahui penetapan hukum asal berdasarkan bara’ah asliah.
9.      Mengetahui soal-soal ijma’.

C. Syarat-syarat pelengkap

1.      Mengetahui bahwa tidak ada dalil qath’iy yang berkaitan dengan masalah yang akan ditetapkan hukumnya.
2.      Mengetahui masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para ulama’ dan yang akan mereka sepakati.
3.      Mengetahui bahwa hasil ijtihad itu tidak bersifat mutlaq.

D. Tigkatan-tingkatan Mujtahid

Tingkatan ini sangat bergantung pada kemampuan, minat, dan aktifitas yang ada pada mujtahid itu sendiri. Secara umum tingkatan mujtahid ini dapat dikelompokkan menjadi :
a.       Mujtahid Mutlak atau Mustaqil.
b.      Mujtahid Muntasib.       
c.       Mujtahid Fil Mazahib.
d.      Mujtahid Murajjih.









4.       IJMA’

4.1 Pengertian Ijma’

Ijma’ menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah, ialah :
اتّفاق مجتهدى امّة محمّد صلى الله عليه وسلّم بعد وفاته فى عصر من الاعصار
على امر من الامور.

                        Artinya :
“Kesamaan pendapat para mujtahid umat Nabi Muhammad saw. setelah beliau wafat, pada masa tertentu tentang masalah tertentu”.

Dari pengertian diatas dapatlah diketahui, bahwa kesepakatan orang-orang yang bukan mujtahid, sekalipun mereka alim atau kesepakatan orang-orang semasa dengan nabi tidaklah disebut sebagai ijma’.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai jumlah mujtahid yang setuju atau sepakat sebagai ijma’, namun pendapat jumhur, ijma’ itu disyaratkan setuju paham mujtahid (ulama) yang ada pada masa itu. Tidak sah ijma’ jika salah seorang ulama dari mereka yang hidup pada masa itu menyalahinya. Selain itu, ijma’ ini harus berdasarkan kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah dan tidak boleh didasarkan kepada yang lainnya.
Contoh mengenai ijma’ antara lain ialah menjadikan as-Sunnah sebagai salah satu sumber islam. Semua mujtahid dan bahkan semua umat islam sepakat (ijma’) menetapkan as-Sunnah sebagai salah satu sumber hukum islam.
                                    Kesepakatan ulama ini dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu :
1.      Dengan ucapan (Qouli),
2.      dengan perbuatan (Fi’li),
3.      dengan diam (sukut)

4.2 Macam-macam Ijma’

1.      Ijma’ Ummah
2.      Ijma’ Sahaby
3.      Ijma’ Ahli Madinah
4.      Ijma’ Ahli Kufaah
5.      Ijma’ Khalifah yang empat
6.      Ijma’ Syaikhany
7.      Ijma’ Ahli Bait

4.3 Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum

Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dan sumber hukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan bersifat dzhanny. Golongan syi'ah memandang bahwa ijma' ini sebagai hujjah yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama Hanafi dapat menerima ijma' sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny. Sedangkan ulama-ulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan hukum.
                        Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum islam ini antara lain adalah :
                        Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 :
يايهاالذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الأمر منكم ( النساء : 59)
                        Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu".

Yang dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para ulama. Menurut hadits:
لاتجتمع أمّتى على الضّلالة
Artinya:
"Ummatku tidak bersepakat atas kesesatan".

Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri fid-dunya, yaitu penguasa, dan Ulil Amri fid-din, yaitu mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan ulama.
Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar'iy, yaitu setelah Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma' dapat dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di dalam Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

4.4 Sebab-sebab Dilakukan Ijma'

a.    Karena adanya persoalan-persoalan yang harus dicarikan status hukumnya, sementara di dalam nash Al-Qur'an dan as-Sunnah tidak diketemukan hukumnya.
b.    Karena nash baik yang berupa Al-Qur'an maupun as-Sunnah sudah tidak turun lagi atau telah berhenti.
c.    Karena pada masa itu jumlah mujtahid tidak terlalu banyak dan karenanya mereka mudah dikoordinir untuk melakukan kesepakatan dalam menentukan status hukum persoalan permasalahan yang timbul pada saat itu.
d.   Di antara para mujtahid belum timbul perpecahan dan kalaulah ada perselisihan pendapat masih mudah dipersatukan.


5.       QIYAS

5.1 Pengertian Qiyas

Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.
Berbeda dengan ijma', qiyas bisa dilakukan oleh individu, sedang ijma' harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.




5.2 Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam

Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'.
                        Mereka berpendapat demikian dengan alasan:
Firman Allah :
فاعتبروا يااولى الابصار. ( الحسر : 2)
Artinya:
"Hendaklah kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang yang berfikiran". (S. Al-Hasyr ayat 2)

Karena i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain".

5.3 Rukun Qiyas
 Rukun qiyas ada empat :

a.     Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran.
b.    Far'un (cabang) yang diukur
c.     'Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang.
d.    Hukum, yang ditetapkan pada far'i sesudah tetap pada ashal.

5.4 Macam-macam Qiyas
                        Qiyas ini ada empat macam :

a.   Qiyas aulawi (lebih-lebih)
    Qiyas aulawi ialah yang 'illatnya sendiri menetapkan adanya hukum.
b.  Qiyas musawi (bersamaan 'illatnya)
    Qiyas musawi ialah 'illatnya sama dengan 'illat qiyas aulawi.
c.   Qiyas dilalah (menunjukkan)
    Qiyas dilalah ialah yang 'illatnya tidak menetapkan hukum.
d.  Qiyas syibh (menyerupai)
    Qiyas syibh ialah mengqiyaskan cabang yang diragukan di antara kedua   pangkal ke mana yang paling banyah menyamai.

5.5 Sebab-sebab Dilakukan Qiyas
a.    Karena adanya persoalan-persoalan yang harus dicarikan status hukumnya,    sementara di dalam nash Al-Qur'an dan as-Sunnah tidak diketemukan hukumnya dan mujtahid pun belum melakukan ijma'.
b.   Karena nash, baik berupa Al-Qur'an maupun as-Sunnah telah berakhir dan tidak turun lagi.
c.    Karena adanya persamaan 'illat antara peristiwa yang belum ada hukumnya dengan peristiwa yang hukumnya telah ditentukan oleh nash
6.        MASHALIHUL MURSALAH

6.1 Pengertiannya

Mashalih bentuk jama' dari mashlahah, artinya kemaslahatan, kepentingan. Mursalah berarti terlepas. Dengan demikian mashalihul mursalah berarti kemaslahatan yang terlepas. Maksudnya ialah penetapan hukum berdasarkan kepada kemaslahatan, yaitu manfaat bagi manusia atau menolak kemadharatan atas mereka.

6.2 Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum

Para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan mashalihul mursalah sebagai sumber hukum.
1. Jumhur ulama menolaknya sebagai sumber hukum, dengan alasan :
a.    Bahwa dengan nash-nash dan qiyas yang dibenarkan, syariat senantiasa memperhatikan kemaslahatan umat manusia.
b.    Pembinaan Hukum Islam yang semata-mata didasarkan kepada maslahat berarti membuka pintu bagi keinginan hawa nafsu.
2. Imam Malik membolehkan berpegang kepadanya secara mutlak. Namun  menurut Imam Syafi'i boleh berpegang kepada mashalihul mursalah apabila sesuai dengan dalil kully atau dalil juz'iy dari syara. Pendapat kedua ini berdasarkan :
a. Kemaslahatan manusia selalu berubah-ubah dan tidak ada habis-habisnya.
b. Para sahabat dan tabi'in serta para mujtahid banyak menetapkan hukum untuk mewujudkan maslahat yang tidak ada petunjuknya dari syari'.
3.   Dalam Al-Qur'an dan hadits, tidak ada nash yang memerintah pengumpulan mushaf Al-Qur'an tetapi oleh ummat Islam hal ini dilakukan, tiada lain ialah karena mengingat maslahat ummat.
4. Dalam pernikahan mengadakan pensyaratan adanya surat nikah, untuk sahnya gugatan, nafkah dan pembagian pusaka.


6.3 Syarat-syarat Berpegang Kepada Mashalihul Mursalah

1.   Maslahat itu harus jelas dan pasti dan bukan hanya berdasarkan kepada prasangka.
2.   Maslahaat itu bersifat umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
3.   Hukum yang ditetapkan berdasarkan maslahat itu tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah ditetapkan dengan nash atau ijma'.


7.      SADDUDZ DZARI'AH

7.1 Pengertiannya

Dyara'i jamak dari kata dzari'ah artinya jalan. Saddudz dzari'ah berarti menutup jalan. Menurut istilah ulama Ushul Fiqih bahwa yang di sebut dengan dzari'ah ialah menghambat segala sesuatu yang menjadi jalan kerusakan.

7.2 Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum
1.    Menurut Imam Malik, jalan-jalan yang mendatangkan kerusakan itu harus dihindarkan.
2.    Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i, bahwa Saddudz Dzari'ah tidak dapat dijadikan sumber hukum, karena sesuatu yang menurut hukum asalnya mubah, tetap diperlakukan sebagai yang mubah. Dalam sebuah hadits nabi saw. dikatakan :


دع مايربك الى مالايربك
Artinya :
"Tinggalkan apa yang meragukan bagimu kepada apa yang tidak meragukan".


8.       ISTISHAB

8.1 Pengertiannya

Istishab ialah melanjutkan berlakunya hukum yang telah tetap di masa lalu, diteruskan sampai yang akan datang, selama tidak terdapat hukum yang mengubahnya.

8.2 Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Islam

Jumhur ulama mengatakan bahwa istishab dapat dijadikan pegangan sebagai hujjah, karena dalam sejarah kehidupan manusia sudah terbiasa dan menjadi kekuatan hukum bila berpegang kepada hukum yang berlaku sebelumnya.
Dari prinsip-prinsip ini ditetapkan kaidah-kaidah fiqih sebagai berikut :
a.    Asal sesuatu itu tetap sebagaimana adanya :
الاصل بقاء ماكان على ماكان
Artinya :
"Pada dasarnya yang dijadikan dasar adalah sesuatu yang terjadi sebelumnya".

 Misalnya hukum asal makanan dan minuman adalah lala.

b.    Apa yang telah diyakini adanya, tidak hilang karena adanya keragu-raguan.
ما ثبت باليقين لايزول بالشّك
Misalnya seorang yang telah berwudlu kemudian dia ragu-ragu, apakah wudlunya sudah batal atau belum, maka wudlunya tetap ada (tidak batal).

c.    Asal hukum sesuatu adalah ibahah (boleh), sampai ada dalil yang mengharuskan meninggalkan hukum tersebut.
الاصل فى الاشياء الاباحة
Misalnya asal hukum akad jual beli itu boleh.
Sebagian ulama berpendapat, terutama golongan Hanafiyah mengatakan bahwa istishab itu hanya berlaku bila dipergunakan untuk menolak.

9.       ‘URF

9.1 Pengertiannya

Urf ialah segala sesuatu yang sudah saling dikenal dan dijalankan oleh   suatu masyarakat dan sudah menjadi adat istiadat, baik berupa perkataan, perbuatan maupun meninggalkan. Menurut ahli syara' urf bermakna adat, atau antara urf dan adat itu tidak ada perbedaanya. Diantara contah urf amali ialah jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian dengan tidak mengucapkan shighat. Contah urf Qouly ialah orang telah mengetahui bahwa kata ar-rajul itu untuk laki-laki, bukan untuk perempuan.

9.2 Macam-macam Urf dan Hukumnya

a.   Urf shahih, yaitu apa yang telah dikenal orang tersebut tidak bertentangan dengan syari'at, tidak menghalalkan yang haram, dan tidak menggugurkan kewajiban. Urf seperti ini diperbolehkan dan bahkan harus dilestarikan, sebab sesuatu yang baik itu pasti mendatangkan maslahat bagi manusia.
b.   Urf Fasid, yaitu segala sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia, tetapi berlawanan dengan syari'at, atau menghalalkan yang haram dan menggugurkan kewajiban. Urf seperti ini hukumnya haram, sebab bertentangan dengan ajaran agama.

9.3 Kedudukan Urf sebagai sumber hukum

Untuk urf shahih haruslah dilestarikan dalam kaitannya dengan upaya pembentukan hukum dan proses peradilan.


10.     ISTIHSAN

10.1 Pengertiannya

Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik. Sedang menurut istilah Ahli Ushul yang dimaksud istihsan ialah berpindahnya seorang mujtahid dari hukum yang dikehendaki oleh qiyas jaly (jelas) kepada hukum yang dikehendaki oleh qiyas khafy (samar-samar), atau dari hukum kully (umum) kepada hukum yang bersifat istisna'y (pengecualian), karena ada dalil syara' yang menghendaki perpindahan itu.
Dari pengertian di atas jelas bahwa istihsan itu ada dua, yaitu :

1.      Menguatkan qiyas khafy atas qiyas jaly dengan dalil. Misalnya menurut ulama Hanafiyah bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca Al-Qur'an berdasarkan istihsan tetapi haram menurut qiyas.

Qiyas    : Wanita yang sedang haid itu diqiyaskan kepada orang junub dengan illat sama-sama tidak suci. Orang junub haram membaca Al-Qur'an, maka orang yang haid juga haram membaca Al-Qu'an.
Istihsan : Haid berbeda dengan junub, karena haid waktunya lama. Karena itu, wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca Al-Qur'an, sebab bila tidak, maka haid yang panjang itu wanita tidak memperoleh pahala ibadah apa pun, sedang laki-laki dapat beribadah setiap saat.

2.    Pengecualian sebagian hukum kully dengan dalil. Misalnya jual beli salam (pesanan) berdasarkan Istihsan diperbolehkan. Menurut dalil kully, syara' melarang jual beli yang barangnya tidak ada pada waktu akad. Alasan istihsan ialah manusia berhajat kepada akad seperti itu dan sudah menjadi kebiasaan mereka.

10.2 Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Islam

                        Para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahan istihsan :

1.   Jumhur ulama menolak berhujjah dengan istihsan, sebab berhujjah dengan istihsan berarti menetapkan hukum berdasarkan hawa nafsu.
2.   Golongan Hanafiyah membolehkan berhujjah dengan istihsan. Menurut mereka, berhujjah dengan istihsan hanyalah berdalilkan qiyar khafy yang dikuatkan terhadap qiyas jaly atau menguatkan satu qiyas terhadap qiyas lain yang bertentangan dengannya berdasarkan dalil yang menghendaki penguatan itu.
Read more ...